Pengikut

16 Desember 2009

Etika Produksi

Produksi diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun dapat menciptakan benda. Kegiatan produksi mempunyai fungsi menciptakan barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu, harga dan jumlah yang tepat.
Dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan agar produk yang dihasilkannya mengeluarkan biaya yang termurah, melalui pengkombinasian penggunaan sumber – sumber daya yang dibutuhkan tertentu saja tanpa mengabaikan proses inovasi serta kreasi. Secara praktis, ini memerlukan perubahan dalam cara produksi dengan menggunakan simber daya alam semakin sedikit, membakar energi semakin rendah, menggunakan ruang – tempat lebih kecil, membuang limbah dan sampah lebih sedikit dengan hasil produk yang setelah dikonsumsi masih bias didaur ulang.
Pola produksi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup dunia usaha yang merangsang diterapkannya secara lebih meluas ISO-9000 dan ISO-14000.
ISO-9000 bertujuan untuk peningkatan kualitas produksi. Sedangkan ISO-14000 bertujuan untuk peningkatan pola produksi berwawasan lingkungan, membangun pabrik atau perusahaan hijau (green company) dengan sasaran “keselamatan kerja”, kesehatan, dan “lingkungan yang maksimal dan pola produksi dengan “limbah – nol” (zero waste), mendorong penjualan dan pengepakan barang secara minimal dan bisa dikembalikan untuk didaur-ulang kepada penjual, merangsang perusahaan asuransi mengembangkan “resiko limgkungan” dan mendorong Bursa Jakarta mengembangkan semacam “Dow Jones Sustainable Development Index”.
Langkah – langkah tersebut memerlukan ditegakkannya kode etika “tanggung jwab” dan akuntabilitas korporasi” (corporate responsibility and accountability) yang diawasi ketat oleh asosiasi – asosiasi perusahaan dan masyarakat umum.
Kualitas produk pun bisa dikorbankan demi pemangkasan biaya produksi. Hukum harus menjadi langkah pencegahan (prohibition masures) yang ketat bagi perilaku ekonomi. Perilaku ekonomi yang membahayakan keselamatan public harus diganjar seberat – beratnya. Ini bukan sekedar labelisasi “aman” atau “tidak aman” pada barang konsumsi. Karena, itu amat rentan terhadap kolusi. Banyak pengusaha rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi. Seharusnya pengusaha membayar miliaran rupiah atau perbuatannya yang membahayakan keselamatan public hokum harus menjadi pencegah dan bukan pemicu perilaku ekonomi tak etis.


Sumber : Business Ethics.
Penulis : DR.Hj. Erni R. Ernawan, SE. MM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan di koment ya guys..